Dapatkan diskon 10% untuk kursus online terbuka dengan kode WINTER10!
Nog
00
:
00
:
00
:
00
Klaim je korting
Penelitian Latihan 13 Maret 2025
Chaikla, R., dkk (2025)

Terapi Manual dan Latihan untuk Adaptasi Otak pada Nyeri Leher

adaptasi otak pada nyeri leher

Pendahuluan

Nyeri leher nonspesifik kronis adalah kondisi umum yang menyebabkan kecacatan yang signifikan dan peningkatan biaya perawatan kesehatan. Meskipun pendekatan terapi fisik tradisional, seperti latihan rentang gerak dan modalitas pasif, umumnya digunakan, bukti-bukti yang muncul menunjukkan bahwa terapi manual yang dikombinasikan dengan latihan terapeutik dapat memberikan hasil yang lebih baik. Namun, adaptasi otak yang mendasari nyeri leher yang terkait dengan intervensi ini masih belum dieksplorasi.

Nyeri kronis secara luas diakui terkait dengan maladaptasi pada sistem saraf pusat (SSP), yang berkontribusi pada nyeri dan disfungsi yang menetap. Terapi manual telah terbukti dapat memodulasi rasa sakit melalui efek neurofisiologis, sementara latihan terapeutik dapat membantu menghilangkan kepekaan sistem saraf pusat. Memahami bagaimana perawatan ini memengaruhi adaptasi otak pada nyeri leher dan pemrosesan nyeri, sangat penting untuk mengoptimalkan strategi rehabilitasi dan meningkatkan hasil pasien.

Tujuan Studi

Uji coba terkontrol secara acak ini bertujuan untuk:

  • Menyelidiki bagaimana terapi manual yang dikombinasikan dengan olahraga memengaruhi adaptasi otak pada pasien nyeri leher (misalnya ketebalan dan volume kortikal) dibandingkan dengan terapi fisik rutin.
  • Menilai perbaikan klinis pada nyeri, kecacatan, gejala psikologis, mobilitas serviks, dan kekuatan otot.
  • Mengeksplorasi perbedaan struktur otak antara pasien yang mengalami pereda nyeri yang signifikan (≥50% pengurangan) dan pasien yang mengalami perbaikan minimal.
  • Memeriksa korelasi potensial antara perubahan otak dan hasil klinis.

Dihipotesiskan bahwa terapi manual yang dikombinasikan dengan olahraga akan lebih efektif mengubah daerah otak yang berhubungan dengan nyeri daripada terapi fisik rutin, yang mengarah pada perbaikan klinis yang lebih besar.

Metode

Penelitian ini menggunakan desain uji coba terkontrol acak tersamar tunggal paralel.

Peserta

Orang dewasa (18-59 tahun) dengan nyeri leher nonspesifik kronis (≥ 3 bulan, VAS ≥ 35 mm pada VAS 100 mm) direkrut melalui rumah sakit, klinik, dan media sosial. Kriteria eksklusi termasuk cedera/operasi leher sebelumnya, gangguan neurologis atau muskuloskeletal, kondisi metabolik, gangguan kejiwaan, BMI ≥ 25, kontraindikasi MRI, atau fisioterapi dalam satu tahun terakhir.

Pengacakan & Penyamaran

Peserta ditugaskan secara acak (1:1) ke dalam kelompok intervensi atau kelompok kontrol menggunakan urutan yang dibuat oleh komputer, dikelompokkan berdasarkan usia dan jenis kelamin. Para penilai independen dan analis MRI tidak mengetahui alokasi kelompok.

 

Adaptasi Otak pada Nyeri Leher
Dari: Chaikla, R. dkk.,d The Journal of Pain (2025).
Adaptasi Otak pada Nyeri Leher
Dari: Chaikla, R. dkk., The Journal of Pain (2025).

Intervensi

Kelompok intervensi: Para peserta menerima mobilisasi serviks dan program latihan progresif yang menargetkan leher, otot bahu, postur, dan fungsi. Terapi manual difokuskan pada segmen serviks yang paling bergejala, yang ditentukan oleh penilaian fisioterapis. Latihan termasuk pelatihan fleksor/ekstensor serviks, penguatan aksisoskapular, dan koreksi postural, dengan perkembangan dalam pengulangan, arah, dan beban. Sesi dilakukan dua kali seminggu (30-40 menit) selama 10 minggu, dengan latihan harian di rumah yang dicatat dalam buku harian. Untuk memastikan konsistensi, para fisioterapis menjalani pelatihan selama tiga hari.

Kelompok kontrol: Menerima terapi fisik rutin (modalitas, latihan ROM serviks, peregangan) dua kali seminggu selama 10 minggu.

Ukuran Hasil

Hasil Utama: Perubahan struktur otak (ketebalan & volume kortikal) yang dinilai melalui MRI (analisis FreeSurfer). Metode ini secara otomatis mengidentifikasi dan memetakan struktur otak yang berbeda dengan menggunakan dua atlas otak yang sudah mapan (Desikan-Killiany dan Destrieux).

Berdasarkan penelitian sebelumnya, mereka berfokus pada daerah otak tertentu, termasuk secara bilateral:

  • Korteks motorik primer (M1) - terlibat dalam kontrol gerakan
  • Insula - terkait dengan persepsi rasa sakit dan pemrosesan emosional
  • Korteks prefrontal (PFC) - berperan dalam pengambilan keputusan dan pengaturan rasa sakit
  • Korteks cingulate anterior (ACC) - terlibat dalam pemrosesan rasa sakit dan respons emosional
  • Precuneus - terkait dengan kesadaran diri dan fungsi kognitif
  • Korteks somatosensori primer (S1) - memproses informasi sensorik seperti sentuhan dan rasa sakit
  • Thalamus - pusat relai utama untuk sinyal sensorik dan nyeri

 Hasil Sekunder: Penelitian ini mengukur berbagai aspek nyeri leher dan fungsi dengan menggunakan metode berikut:

Intensitas Nyeri Leher: Diukur dengan Visual Analog Scale (VAS) 0-100 mm, di mana 0 = tidak ada rasa sakit dan 100 = rasa sakit terburuk yang bisa dibayangkan.

Cacat Leher: Dinilai dengan menggunakan Neck Disability Index (NDI) versi Thailand, dengan skor yang lebih tinggi menunjukkan lebih banyak disabilitas.

Kecemasan & Depresi: Dievaluasi dengan Skala Kecemasan dan Depresi Rumah Sakit (HADS) versi Thailand, di mana skor yang lebih tinggi berarti gejala yang lebih buruk.

Rentang Gerak Leher Rahim (ROM): Diukur ke segala arah (fleksi, ekstensi, fleksi lateral, dan rotasi) dengan menggunakan goniometer CROM. Setiap gerakan direkam sebanyak tiga kali, dan rata-rata yang digunakan.

Kekuatan Otot Serviks: Diuji dengan dinamometer genggam, mengukur kekuatan otot cranio-servikal tiga kali, dengan nilai tertinggi yang dicatat.

Analisis Statistik

Statistik deskriptif digunakan untuk meringkas demografi peserta dan data awal/pasca perawatan.

Analisis struktur otak: Perbedaan volume dan ketebalan kortikal dinilai dengan perangkat lunak FreeSurfer, menggunakan koreksi untuk beberapa perbandingan (metode FDR dan TFCE), dengan signifikansi statistik yang ditetapkan pada p <0,05.

Perbandingan kelompok:

  • ANCOVA (disesuaikan dengan nilai awal) menguji perbedaan antara kelompok dalam wilayah otak yang diminati (ROI) dan hasil lainnya.
  • Model campuran linier umum menganalisis perubahan dalam setiap kelompok.
  • Ukuran efek dilaporkan menggunakan eta kuadrat parsial (η²p), dengan ambang batas 0,01 (kecil), 0,06 (sedang), dan 0,14 (besar).

Analisis responden: Peserta dengan pengurangan nyeri ≥ 50% diklasifikasikan sebagai responden, dan mereka yang mengalami pengurangan nyeri <50% sebagai non-responden. Perubahan otak dibandingkan antara kelompok-kelompok ini menggunakan uji Mann-Whitney U.

Korelasi: Hubungan antara perubahan otak dan karakteristik klinis (nyeri, disabilitas, gejala psikologis) dianalisis menggunakan korelasi Pearson.

Perincian lebih lanjut tentang metode statistik yang digunakan dalam penelitian ini dapat ditemukan di bagian "Bicaralah kutu buku kepada saya".

Hasil

Peserta dan Intervensi

Penelitian ini berlangsung dari November 2022 hingga Februari 2024, mendaftarkan 52 peserta dari 367 sukarelawan, tanpa ada yang hilang untuk ditindaklanjuti.

Kelompok intervensi: Menyelesaikan 20 sesi selama 10 minggu (satu peserta menyelesaikan 19 sesi). Lebih dari 80% kepatuhan terhadap latihan di rumah, dan tidak ada perawatan tambahan yang dilaporkan.

Kelompok kontrol: Menerima terapi fisik rutin. Tiga partisipan (11,54%) menggunakan NSAID, dan dua (7,69%) menerima pijat. Tidak ada efek samping yang signifikan yang terjadi.

Hasil Utama

Perubahan struktur otak :

Kelompok intervensi: Peningkatan ketebalan dan volume kortikal di beberapa area otak dibandingkan dengan kontrol (kecuali untuk daerah tertentu yang mengalami penurunan).

Analisis Wilayah Kepentingan (ROI):

  • Peningkatan ketebalan di kedua belahan ACC.
  • Penurunan ketebalan pada PFC kiri, S1 kiri/kanan, dan precuneus kiri/kanan.
  • Kelompok kontrol menunjukkan penipisan kortikal di S1 kiri, M1 kiri, dan precuneus kanan.
  • Tidak ada perubahan signifikan dalam volume kortikal pada kedua kelompok.

Analisis ANCOVA: Kelompok intervensi menunjukkan penebalan kortikal yang lebih besar pada ACC kiri/kanan dan M1 kiri dibandingkan dengan kontrol.

Adaptasi Otak pada Nyeri Leher
Dari: Chaikla, R. dkk., The Journal of Pain (2025).

 

Adaptasi Otak pada Nyeri Leher
Dari: Chaikla, R. dkk., The Journal of Pain (2025).

 

Adaptasi Otak pada Nyeri Leher
Dari: Chaikla, R. dkk., The Journal of Pain (2025).

 

Hasil Sekunder

Kedua kelompok menunjukkan peningkatan dalam intensitas nyeri leher, disabilitas leher, gejala psikologis, ROM leher, dan kekuatan otot. (p < 0,05, η2p = 0,10 - 0,84).

Analisis ANCOVA menunjukkan bahwa kelompok intervensi memiliki peningkatan yang lebih besar secara signifikan dalam intensitas nyeri leher, disabilitas, dan rentang gerak leher (semua arah) dibandingkan dengan kelompok kontrol (p <0,05), dengan ukuran efek (η2p) mulai dari sedang hingga besar (0,09 hingga 0,33).

Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok dalam hal gejala psikologis (kecemasan/depresi) atau kekuatan otot serviks. (p > 0.05).

adaptasi otak pada nyeri leher
Dari: Chaikla, R. dkk.,d The Journal of Pain (2025).

 

Perubahan Otak dan perbaikan klinis pada intensitas nyeri leher

80,77% (42 partisipan) mengalami peningkatan intensitas nyeri sebesar ≥50% (25 intervensi vs. 17 kontrol). Lebih banyak responden pada kelompok intervensi (p = 0,01).

Responden (≥50% peningkatan intensitas nyeri) menunjukkan:

Penurunan ketebalan S1 kiri & volume PFC kanan, peningkatan volume insular kanan, non-responden (<50% peningkatan intensitas nyeri):

Peningkatan ketebalan S1 kiri & volume PFC kanan Penurunan volume insular kanan Penurunan intensitas nyeri berkorelasi negatif dengan ketebalan kortikal di ACC kiri, PFC, M1 dan volume di S1 kiri, M1 kiri, insular kanan.

Pengurangan kecacatan berkorelasi dengan perubahan volume thalamus kanan.

Tidak ada korelasi antara perubahan psikologis dan perubahan struktur otak.

adaptasi otak pada nyeri leher
Dari: Chaikla, R. dkk., The Journal of Pain (2025).

 

Temuan utama

  • Intervensi ini menyebabkan perubahan struktur otak yang signifikan dan hasil klinis yang lebih baik (pengurangan rasa sakit, peningkatan fungsi).
  • Penebalan kortikal yang lebih besar di daerah-daerah utama berkorelasi dengan pemrosesan nyeri.
  • Responden memiliki perubahan struktur otak yang berbeda dibandingkan dengan yang tidak.
  • Nyeri leher dan perbaikan disabilitas terkait dengan perubahan otak tertentu, tetapi perbaikan psikologis tidak.

Pertanyaan dan Pemikiran

Penilaian nyeri pada dasarnya kompleks karena sifatnya yang subjektif. Menurut model nyeri Toussignant-Laflamme, nyeri bersifat multifaktorial, dipengaruhi oleh kombinasi faktor biologis, psikologis, sosial, dan lingkungan. Namun, penelitian ini sangat bergantung pada Visual Analog Scale (VAS) untuk pengukuran nyeri, yang sangat subyektif dan mungkin tidak sepenuhnya menangkap kompleksitas nyeri. Klasifikasi yang diusulkan untuk pasien yang mengalami pengurangan nyeri <50% atau >50% terlalu menyederhanakan pengalaman nyeri dan mungkin tidak cukup mencerminkan penyebab nyeri yang beragam.

Model Toussignant-Laflamme menekankan bahwa faktor lingkungan, kontekstual, dan kognitif memainkan peran penting dalam persepsi nyeri, namun faktor-faktor ini tidak dinilai dengan baik dalam penelitian ini. Sebagai contoh, faktor-faktor seperti keyakinan pasien, konteks sosial, dan pemicu stres lingkungan dapat mempengaruhi hasil tetapi tidak dievaluasi secara sistematis. Faktor psikologis atau psikososial, yang sering disebut sebagai "tanda bahaya" (misalnya, takut bergerak, cemas, atau depresi), diketahui memengaruhi persepsi nyeri dan pemulihan, namun belum dieksplorasi secara memadai. Kurangnya pertimbangan terhadap variabel perancu ini membatasi kemampuan penelitian ini untuk sepenuhnya menjelaskan mekanisme di balik pereda nyeri atau respons pengobatan.

Selain itu, bagi pasien yang menderita nyeri kronis, sensitisasi sentral adalah mekanisme yang terkenal yang melanggengkan nyeri. Sensitisasi sentral melibatkan peningkatan sensitivitas sistem saraf pusat terhadap sinyal nyeri, yang sering kali menyebabkan respons nyeri yang diperkuat. Termasuk penilaian sensitisasi sentral, seperti Central Sensitization Inventory (CSI), akan memberikan wawasan klinis yang berharga mengenai potensi korelasinya dengan perubahan struktural otak.

Bicara kutu buku padaku

Penelitian ini menggunakan kerangka kerja statistik yang kuat untuk menganalisis perubahan struktural otak dan hubungannya dengan gejala klinis. Para peneliti mengukur ketebalan kortikal dan volume otak di ribuan voxel (unit 3D kecil yang digunakan dalam pencitraan otak), menerapkan koreksi False Discovery Rate (FDR) untuk mengontrol proporsi positif palsu. FDR menentukan peringkat nilai p dan menyesuaikan ambang batas signifikansi, memastikan tingkat positif palsu yang rendah sambil mempertahankan sensitivitas. Untuk meningkatkan deteksi efek yang diperluas secara spasial, Threshold-Free Cluster Enhancement (TFCE) digunakan, yang mengidentifikasi cluster voxel tanpa memerlukan ambang batas yang sewenang-wenang, menyempurnakan hasil dengan berfokus pada pola yang berarti dalam data. Untuk ketelitian tambahan, koreksi Family-Wise Error (FWE) diterapkan, memastikan probabilitas yang sangat rendah dari setiap positif palsu di seluruh dataset. Kombinasi metode ini (FDR, TFCE, dan FWE) memberikan keyakinan yang tinggi terhadap hasil temuan.

Perbedaan antar-kelompok dalam struktur otak dan hasil sekunder (misalnya, intensitas nyeri, rentang gerak) dianalisis menggunakan Analisis Kovarian (ANCOVA), dengan nilai dasar sebagai kovariat. Perubahan dalam kelompok dari waktu ke waktu dinilai dengan menggunakan General Linear Mixed Model (GLMM), yang memperhitungkan pengukuran berulang. Besarnya efek intervensi diukur dengan menggunakan Partial Eta Squared (η2ₚ), dengan ambang batas untuk efek kecil (0,01), sedang (0,06), dan besar (0,14+). Peserta diklasifikasikan sebagai responden (≥50% pengurangan rasa sakit) atau non-responden, dan uji Mann-Whitney U membandingkan perubahan struktur otak di antara kelompok-kelompok ini. Terakhir, koefisien korelasi Pearson digunakan untuk memeriksa hubungan antara perubahan struktural otak dan hasil klinis (misalnya, intensitas nyeri, kecacatan, gejala psikologis).

Meskipun metode statistik yang digunakan sangat ketat, penting untuk dicatat bahwa penelitian ini hanya mengeksplorasi korelasi, bukan sebab-akibat. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menyelidiki mekanisme yang mendasari adaptasi sistem saraf pusat (SSP) yang dihasilkan dari terapi manual dan intervensi olahraga tertentu.

Bawa pulang pesan

Struktur Otak dan Nyeri - Perubahan dalam ketebalan dan volume kortikal dikaitkan dengan perubahan intensitas nyeri dan disabilitas, menunjukkan bahwa mekanisme sentral berkontribusi terhadap nyeri muskuloskeletal.

Responden vs. Perbedaan Non-Responden - Pasien yang mencapai pengurangan nyeri yang signifikan (≥50%) juga menunjukkan perubahan struktur otak yang berbeda, memperkuat gagasan bahwa rehabilitasi yang efektif tidak hanya mencakup perbaikan fisik.

Mengoptimalkan Pendekatan Pengobatan - Studi ini menunjukkan bahwa menggabungkan terapi manual dan olahraga lebih efektif untuk nyeri leher kronis yang tidak spesifik daripada fisioterapi konvensional. Kerangka kerja terapi manual Maitland memberikan titik awal yang solid, sementara resep latihan harus disesuaikan berdasarkan evaluasi pasien secara menyeluruh.

Penilaian Pasien yang Komprehensif - Terapis harus menilai kontributor psikososial terhadap nyeri (bendera kuning) dengan menggunakan alat bantu seperti StarT Back Questionnaire, Skala Tampa untuk Kinesiofobia, atau Skala Katastropik Nyeri. Selain itu, mempertimbangkan faktor lingkungan selama evaluasi subjektif dapat membantu menyempurnakan strategi pengobatan.

Referensi

Chaikla, R., Sremakaew, M., Saekho, S., & Kothan, S. (2025). Efek terapi manual yang dikombinasikan dengan latihan terapeutik pada struktur otak pada pasien dengan nyeri leher nonspesifik kronis: Uji coba terkontrol secara acak. The Journal of Pain. https://www.jpain.org/article/S1526-5900(25)00563-2/abstrak

#NOMOR 2 ADALAH MUTLAK 🔥

5 TEKNIK MOBILISASI / MANIPULASI PENTING YANG HARUS DIKUASAI OLEH SETIAP FISIO

Pelajari 5 teknik mobilisasi / manipulasi penting dalam 5 hari yang akan meningkatkan keterampilan terapi manual Anda dengan segera - 100% Gratis!

Kursus terapi manual gratis
Unduh aplikasi GRATIS kami